Kata Pembuka
Ijma, sebuah konsep penting dalam hukum Islam, memegang peranan krusial dalam membentuk dan melestarikan ajaran-ajaran Islam. Kata Arab “ijma'” secara harfiah berarti “kesepakatan” atau “konsensus”, merujuk pada kesepakatan para ulama atas suatu masalah hukum. Konsensus ini menjadi dasar bagi hukum Islam dan memainkan peran integral dalam pengembangannya.
Pendahuluan
Dalam Islam, sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah (ajaran dan praktik Nabi Muhammad). Namun, kedua sumber ini tidak mencakup semua aspek kehidupan, sehingga diperlukan sumber hukum tambahan. Ijma muncul sebagai sumber hukum ketiga yang melengkapi Al-Qur’an dan As-Sunnah, memberikan panduan bagi kaum Muslim dalam menghadapi situasi dan masalah baru.
Peran Ijma dalam Hukum Islam
Ijma berperan sebagai sumber hukum yang sah dan otoritatif dalam Islam. Konsensus para ulama dipandang sebagai manifestasi dari kehendak Tuhan dan dianggap mengikat umat Islam. Dengan demikian, hukum yang didasarkan pada ijma menjadi bagian integral dari syariah (hukum Islam).
Proses Pencapaian Ijma
Pencapaian ijma tidak mudah. Hal ini membutuhkan kesepakatan bulat dari semua ulama yang memenuhi syarat, baik dari masa lalu maupun sekarang. Tidak ada batasan waktu atau jumlah ulama tertentu yang harus menyetujui suatu masalah. Namun, semakin banyak ulama yang menyepakati suatu pandangan, semakin besar bobot dan otoritasnya.
Subjudul 1: Sejarah dan Perkembangan Ijma
Kelahiran dan Perkembangan Awal
Konsep ijma tidak muncul secara tiba-tiba. Ia berkembang secara bertahap selama berabad-abad, dimulai sejak masa Nabi Muhammad. Pada saat itu, umat Islam sering berunding untuk menyelesaikan perselisihan dan membuat keputusan bersama. Praktik ini kemudian diadopsi oleh para ulama sebagai sumber hukum yang sah.
Masa Kejayaan dan Pengaruhnya
Pada abad ke-8 dan ke-9, ijma mengalami masa kejayaannya. Para ulama besar seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal menyusun pandangan-pandangan mereka yang menjadi dasar bagi banyak mazhab hukum Islam. Konsensus mereka dihormati dan diikuti oleh kaum Muslim di seluruh dunia.
Masa Kemunduran dan Tantangan
Seiring berjalannya waktu, ijma menghadapi beberapa tantangan. Munculnya mazhab-mazhab hukum yang berbeda dan meningkatnya pengaruh pendapat pribadi menyebabkan melemahnya konsensus di kalangan ulama. Selain itu, munculnya gerakan modernis juga mengkritisi peran ijma sebagai sumber hukum.
Subjudul 2: Jenis-Jenis Ijma
Ijma Shuruti
Jenis ijma yang paling otoritatif adalah ijma shurti, yaitu konsensus yang didasarkan pada ayat-ayat yang jelas dalam Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad. Konsensus ini tidak dapat diubah atau ditolak oleh ulama mana pun.
Ijma Qawli
Ijma qawli adalah kesepakatan para ulama secara eksplisit, baik melalui pernyataan tertulis atau lisan. Bentuk ijma ini juga sangat otoritatif, meskipun tidak sekuat ijma shurti.
Ijma Sukuti
Ijma sukuti terjadi ketika ulama tidak menyatakan penolakan terhadap suatu pandangan yang telah dikemukakan. Ketidakhadiran penolakan ini dianggap sebagai tanda persetujuan diam-diam dari para ulama.
Subjudul 3: Syarat-Syarat Ijma
Kesepakatan Ulama yang Berwenang
Syarat utama ijma adalah adanya kesepakatan di kalangan ulama yang memiliki otoritas dan kompetensi dalam hukum Islam. Mereka harus memahami sumber-sumber hukum dan mahir dalam penalaran hukum.
Ketidakhadiran Penolakan
Ijma tidak dapat terjadi jika ada satu atau lebih ulama yang menyatakan penolakan terhadap suatu pandangan. Kehadiran penolakan membatalkan konsensus dan menjadikan pandangan tersebut tidak mengikat.
Keputusan yang Bersifat Permanen
Konsensus yang membentuk ijma harus bersifat permanen dan tidak boleh diubah atau dibatalkan oleh ulama selanjutnya. Namun, dalam kondisi yang sangat jarang terjadi, ijma dapat dibatalkan atau diubah jika ada bukti baru atau perubahan keadaan yang signifikan.
Subjudul 4: Ruang Lingkup dan Batasan Ijma
Masalah Hukum
Ijma hanya berlaku pada masalah hukum yang berkaitan dengan syariah. Konsensus tidak dapat mengubah atau menafsirkan prinsip-prinsip dasar agama seperti keesaan Tuhan atau kerasulan Muhammad.
Masalah Praktis
Ijma juga dapat mencakup masalah-masalah praktis yang berdampak pada kehidupan umat Islam, seperti tata cara ibadah, hukum pernikahan, dan aturan bisnis.
Batasan Ijma
Meskipun ijma merupakan sumber hukum yang otoritatif, ia memiliki batasan. Konsensus tidak dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam atau menciptakan hukum baru yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kelebihan Ijma
Menjaga Kesatuan Umat
Ijma membantu menjaga kesatuan umat Islam dengan memastikan adanya konsensus dalam masalah-masalah hukum. Konsensus ini mencegah munculnya perpecahan dan perbedaan pendapat yang berlebihan.
Fleksibilitas dan Adaptasi
Tidak seperti hukum yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan keadaan. Konsensus dapat dibentuk untuk mengatasi masalah-masalah baru yang tidak tercakup dalam sumber hukum lainnya.
Reflektif Kehendak Tuhan
Muslim percaya bahwa ijma adalah manifestasi dari kehendak Tuhan. Konsensus para ulama dipandang sebagai arahan ilahi yang mencerminkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Kekurangan Ijma
Sulit Dicapai
Mencapai konsensus di kalangan ulama merupakan hal yang sulit, terutama pada masalah-masalah yang kompleks dan kontroversial. Konsensus dapat memakan waktu bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad untuk terbentuk.
Terpengaruh Pendapat Pribadi
Meskipun ada upaya untuk menjaga objektivitas, ijma terkadang dapat dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau kepentingan sekelompok ulama tertentu.
Dapat Disalahgunakan
I